5 Pelajaran Berharga Tentang Hubungan Ibu dan Anak dalam Film Pangku

goodside
4 Min Read

Film Pangku menjadi debutan Reza Rahadian sebagai sutradara layar lebar. Film ini telah tayang lebih dahulu di beberapa festival, salah satunya Busan International Film Festival (BIFF). Dengan kisah yang menyentuh tentang hubungan antara seorang mama dan anaknya, Pangku berhasil menggugah perasaan penonton.

Film Pangku menyorot perjuangan seorang mama bernama Sartika (Claresta Taufan) yang berjuang hidup di jalur Pantura demi masa depan anaknya. Lewat visual yang realistis dan narasi yang penuh kehangatan, film ini menampilkan betapa dalam dan kompleksnya cinta seorang mama. Tidak hanya soal kasih sayang, tetapi juga pengorbanan, kejujuran serta keteguhan hati.

Dari perjalanan hidup Sartika dan anaknya, ada banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik tentang arti keluarga dan hubungan antara seorang mama dengan anaknya.

1. Bentuk cinta mama yang berjuang untuk anaknya

Sartika yang diperankan oleh Claresta Taufan rela meninggalkan kampung halamannya saat hamil. Untuk bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik, ia memilih bekerja di jalur Pantura. Namun, Sartika menghadapi realitas berat demi anaknya. Nasib membawa Sartika ke sebuah kedai kopi di Pantura milik Bu Maya (Christine Hakim). Namun, Bu Maya akhirnya mengizinkan Sartika tinggal di rumahnya, melahirkan, hingga bekerja sebagai pelayan di kedai kopi pangku. Ini menunjukkan bahwa perhatian seorang mama bisa berbentuk pengorbanan nyata.

2. Anak adalah alasan terbesar seorang mama untuk bertahan



Dari situasi ini, seiring berjalannya waktu, dilema muncul pada karakter Sartika. Ia mendambakan kehidupan baru bersama anaknya, tetapi juga seakan terikat utang budi dengan Bu Maya. Film Pangku menggambarkan bagaimana anak menjadi motivasi utama bagi mama untuk bangkit, sekalipun ada di lingkungannya keras. Keteguhan itu muncul karena ia memilih untuk tetap berdiri demi anaknya.

3. Hubungan dibangun lewat kehadiran dan tanggung jawab



Kondisi hidup Sartika keras, ia juga memiliki gejolak batin menjandi penyeduh kopi pangku di warung Bu Maya tersebut. Namun, meski kondisi kehidupan Sartika di film Pangku terbatas, ia berusaha hadir dan tanggung jawabnya terhadap anaknya. Di tengah keterbatasan dan pilihan sulit, Sartika tetap berusaha memberi rasa aman pada anak. Kedekatan emosi yang dibangun dari Sartika kepada anaknya terasa intim, di tengah hidup yang terbatas dan keras yang keduanya alami.

4. Hubungan mama-anak juga soal kejujuran dan pengakuan atas luka



Film Pangku menampilkan sisi perjuangan perempuan dan mama yang cukup realistis. Sartika merepresentasikan perjuangan seorang mama yang berusaha bertahan hidup di tengah stigma masyarakat. Sementara Bu Maya menampilkan sisi lain dari kekuatan perempuan yang lahir dari kerasnya kehidupan, yang terkadang harus mengambil pilihan sulit demi bertahan. Film Pangku tidak menghakimi fenomena “kopi pangku”, tetapi justru dari sisi kemanusiaan. Serta pilihan hidup yang sulit yang dihadapi oleh para perempuan di lingkungan tersebut.

Mama juga manusia biasa yang penuh luka, keraguan, dan pilihan sulit. Film Pangku berhasil menunjukkan sisi Sartika itu, di mana sang anak belajar bahwa mamanya juga bukan manusia sempurna. Namun, itu tidak menurunkan cinta atau kehormatannya, melainkan malah memperkuat.

5. Perjuangan Sartika untuk anaknya hidup lebih baik



Hidup Sartika sudah sulit, ia terjebak dalam kemiskinan struktural dan keadaan lingkungan yang menyiksa batin. Jiwanya tidak mau ada di sana, terlihat dari sebagaimana ia berusaha keluar dan ingin membawa anaknya lari dari keadaan itu. Sartika bahkan setelah Hadi (Fedi Nuril) datang dan pergi, ia memilih terus melangkah dan bukan menyerah. Anak yang menyaksikan itu belajar bahwa hidup tidak selalu mudah, tetapi tantangan tetap bisa dihadapi.

Itulah tadi pelajaran hidup hubungan mama dan anak dari film Pangku. Sebuah film yang bermakna dari Reza Rahadian.

Baca juga:

Share This Article
Leave a Comment