Goodside – FILM Solata karya sutradara Ichwan Persada menyajikan kisah tentang pencarian makna kehidupan melalui pelayanan di daerah terpencil. Alurnya mengikuti Angkasa, seorang laki-laki yang kehilangan hampir semua hal dalam satu masa. Kehilangan tersebut antara lain ibunya meninggal, pekerjaannya yang dicintainya hilang, dan hubungannya dengan Lembayung putus setelah terjadi perkelahian besar.
Tanpa arah, Angkasa (diperankan Rendy Kjaernett) memutuskan untuk “melarikan diri” dari kegilaan Jakarta dengan menjadi relawan pengajar Kelas Jauh melalui program Nusantara Berbakti. Ia tidak menyangka akan ditempatkan di sebuah dusun yang terpencil dan indah bernama Ollon, di Toraja, Sulawesi Selatan, tempat yang ternyata menyimpan kenangan mendalam bagi orang tuanya.
Di Ollon, kenyataan tidak seindah yang diharapkan. Sekolah dasar tempatnya mengajar lebih mirip dengan kandang babi, sementara fasilitas dan tenaga pengajar sangat terbatas. Namun, tanggung jawab tetap harus dipenuhi. Dari enam siswa dengan nama-nama unik, semua memiliki nama depan yang sama dengan para presiden Indonesia, Angkasa belajar makna ketekunan, harapan, dan kejujuran.
Di tengah keterbatasannya, ia menjalin persahabatan dengan Abun, anak kepala desa yang penuh bijaksana, dan tanpa menyadari hal itu, Febe, adik Abun, mulai merasa tertarik kepadanya. Perlahan, rasa kehilangan yang menguras semangat perlahan berubah menjadi kehangatan dari warga desa yang seperti keluarga kedua baginya.
Namun kebahagiaan tersebut tidak berlangsung lama. Pemerintah memutuskan untuk menutup Kelas Jauh, sehingga Angkasa merasa marah dan memutuskan untuk berjuang bersama warga desa demi hak pendidikan anak-anak Ollon.
Meski akhirnya sekolah itu harus ditutup, perjuangannya tidak sia-sia. Melalui pengumpulan dana yang semakin luas berkat bantuan diam-diam dari Lembayung (diperankan Rachel Natasya) dan teman dekatnya, Bumi, Angkasa berhasil mendirikan sekolah mandiri di Ollon.
Di tempat ini, Angkasa akhirnya menemukan makna dari kembali. Ia meminta maaf kepada Lembayung atas kesalahan yang telah terjadi di masa lalu, dan di hadapan Bumi serta para muridnya, ia menyatakan kembali bahwa cintanya bukan hanya pada seseorang, tetapi juga pada kehidupan dan maknanya.
Refleksi Sosial dan Kemanusiaan
Bagi Ichwan Persada, Solata bukan hanya sekadar cerita pengabdian, tetapi juga wajah sosial dan kemanusiaan. Ia mengatakan terinspirasi dari kekhawatirannya terhadap kondisi pendidikan di Indonesia.
“Tahun terakhir, isu tentang apa yang terjadi dengan apa yang di Solata sangat banyak. Guru, ketimpangan gaji guru. Ini benar-benar membuat orang memperhatikan film ini karena ternyata yang kita buat dalam fiksi, kesedihannya benar-benar terjadi di dunia nyata,” kata Ichwan.
Ichwan menekankan bahwa ia tidak ingin menampilkan sosok pahlawan yang sempurna. Baginya, Angkasa merupakan representasi manusia biasa yang memiliki kelemahan dan kegagalan, tetapi tetap berjuang.
“Aku tidak suka tokoh utama yang sempurna. Aku lebih suka yang memiliki banyak kekurangan, sehingga kita bisa melihat dalam film bagaimana kekurangan itu diperbaiki. Dari awal aku ingin Angkasa itu…”anti-hero“. Dia pergi ke pedalaman bukan karena panggilan mulia, melainkan untuk menghindari hidupnya yang kacau,” katanya.
Pendekatan itu membuat Solata terasa lebih tulus dan alami. Alih-alih menjadi film yang memuja sosok pahlawan,Solata justru menunjukkan bagaimana luka dan kegagalan mampu membawa seseorang pada pemahaman yang lebih mendalam tentang kehidupan.
“Saya memilih jalur yang sepi untuk membuat film seperti ini. Saya ingin membuat film yang menurut saya isinya penting. Karena bagi saya, film adalah warisan. Suatu saat anak-anak kita akan menontonnya dan tahu ini adalah isu penting, ini yang terjadi di negara kita,” kata Ichwan.
Film Solata akan dirilis di bioskop mulai Kamis, 6 November 2025.
