Nasi tempong adalah salah satu kuliner khas Banyuwangi yang saat ini sangat populer. Meskipun sering ditemukan di berbagai daerah, terutama di kawasan wisata Bali, banyak orang yang mengira bahwa nasi tempong berasal dari Bali. Namun, fakta sebenarnya menunjukkan bahwa nasi tempong berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, Taufik Hidayat, nasi tempong merupakan kuliner asli Banyuwangi. Ia menjelaskan bahwa istilah “tempong” berasal dari bahasa Osing, yaitu suku lokal di Banyuwangi. Kata “tempong” sendiri memiliki arti “tampar”, yang merujuk pada rasa pedas yang tajam dari sambal tempong.
“Tidak bisa dicuri oleh daerah lain, karena kata ‘tempong’ itu tidak ada di daerah lain. Nasi tempong sudah memiliki Kekayaan Intelektual Komunal (KIK), sehingga tidak bisa diklaim oleh daerah lain,” ujar Taufik.
Rasa Pedas yang Menggambarkan Identitas Nasi Tempong
Taufik juga menjelaskan bahwa nasi tempong tercipta dari kekayaan hasil bumi Banyuwangi. Secara umum, nasi tempong terdiri dari sayuran yang disajikan bersama sambal pedas segar. Karena Banyuwangi merupakan daerah pantai dengan iklim panas, masyarakat setempat cenderung menyukai makanan pedas.
Sambal tempong khas Banyuwangi menggunakan bahan-bahan seperti ranti, bukan tomat. Ranti adalah buah alami khas Banyuwangi yang mirip dengan tomat, namun memiliki bentuk dan rasa yang berbeda. Permukaan ranti berbentuk gelombang dan biasanya diulek secara langsung sebelum disajikan, sehingga menghasilkan rasa yang lebih segar dan pedas.
Sejarah Nasi Tempong dalam Budaya Lokal
Budayawan Banyuwangi, Aekanu Hariyono, menjelaskan bahwa nasi tempong dahulu digunakan sebagai obat bagi orang yang sedang sakit. Menurutnya, cita rasa pedas segar dari sambal tempong yang dibuat dari lombok, tomat ranti, dan terasi akan memicu keringat bagi siapa pun yang menyantapnya.
“Orang yang sakit, dahulu kalau dikasih nasi tempong, akan berkeringat dan sembuh,” ujar Aekanu.
Ia juga menjelaskan bahwa nasi tempong lahir dari masyarakat agraris di Banyuwangi. Dulu, terasi yang digilas bersama lombok merah tidak digoreng, melainkan dibakar. Hal ini menghasilkan cita rasa sambal yang khas.
Tips untuk Wisatawan yang Tidak Suka Pedas
Meskipun rasanya pedas seperti “ditampar”, Aekanu menyarankan agar wisatawan yang tidak suka pedas tetap bisa menikmati nasi tempong. Tipsnya adalah memisahkan antara sambal pedas dan sayuran saat menyantapnya.
Beragam Rekomendasi Nasi Tempong di Banyuwangi
Selain mengetahui asal usul nasi tempong, wisatawan juga bisa mencoba berbagai rekomendasi tempat nasi tempong di Banyuwangi. Beberapa tempat terkenal dengan harga mulai dari Rp 10.000 hingga lebih mahal, sesuai dengan kualitas dan pengalaman yang ditawarkan.
Dengan penjelasan dan sejarahnya, nasi tempong tidak hanya menjadi makanan, tetapi juga simbol budaya dan identitas Banyuwangi yang unik. Maka dari itu, penting bagi masyarakat dan wisatawan untuk melestarikan dan menghargai kuliner khas ini.
