Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah mengubah banyak aspek kehidupan, termasuk industri musik. Kini, karya-karya yang dihasilkan oleh AI mulai memengaruhi tren musik global, terutama di platform streaming utama. Dulu, musik AI hanya dianggap sebagai eksperimen teknologi, namun kini mereka menjadi bagian dari daftar putar populer di berbagai negara.
Lagu-lagu AI Mencapai Puncak Tangga Lagu
Salah satu contoh nyata adalah proyek musik berbasis AI asal Amerika Serikat yang diberi nama Breaking Rust. Lagu andalan mereka, “Walk My Walk,” berhasil menduduki puncak US Viral 50 Spotify. Selain itu, lagu tersebut juga merajai Billboard Country Digital Song Sales selama tiga minggu berturut-turut. Hal ini menunjukkan bahwa karya AI tidak hanya mampu menarik perhatian, tetapi juga mampu bersaing dengan musik yang dihasilkan manusia.
Di Eropa, fenomena serupa juga terjadi. Lagu buatan AI asal Belanda, “We Say No, No, No to an Asylum Center,” berhasil memuncaki Global Viral 50 Spotify. Ini menandakan bahwa musik AI memiliki daya penetrasi yang kuat di berbagai wilayah, bahkan hingga ke pasar internasional.
Volume Produksi yang Tidak Terbatas
Yang membuat tren ini semakin mencolok adalah jumlah lagu yang dihasilkan oleh AI. Menurut studi layanan streaming Deezer, sekitar 50.000 lagu buatan AI diunggah setiap hari ke platform musik global. Angka ini mencakup sekitar 34 persen dari total rilis musik harian. Dengan volume produksi yang begitu besar, musik AI mulai menguasai tangga lagu global.
Platform distribusi otomatis seperti DistroKid turut mempercepat pertumbuhan ini. Dengan sistem unggah instan ke Spotify, TikTok, YouTube, dan lainnya, siapa pun dapat mendistribusikan musik buatan AI, bahkan memperoleh pendapatan streaming tanpa perlu studio, label, atau musisi manusia. Hal ini menjadikan musik AI semakin mudah diakses dan diterima oleh publik.
Kualitas yang Sulit Dibedakan dari Musik Manusia
Selain kuantitas, kualitas musik AI juga meningkat pesat. Teknologi generatif terbaru membuat hasil produksinya semakin sulit dibedakan dari karya musisi manusia. Survei Deezer terhadap 9.000 responden di delapan negara menemukan bahwa 97 persen pendengar tidak dapat membedakan musik AI dari musik yang diproduksi secara tradisional.
Temuan ini menjadi alarm besar bagi industri musik global yang masih mengandalkan kredibilitas “sentuhan manusia”. Jika kualitas musik AI terus meningkat, maka kemungkinan besar akan semakin sulit bagi musisi manusia untuk mempertahankan posisi mereka di pasar.
Dampak pada Ekosistem Musik Global
Para pelaku industri memperingatkan bahwa masuknya puluhan ribu lagu AI setiap hari menciptakan kompetisi yang tidak seimbang bagi musisi manusia. Dengan kemampuan produksi yang nyaris tak terbatas, algoritma AI berpotensi mengubah struktur fundamental industri, mulai dari sistem royalti, penentuan hak cipta, hingga regulasi distribusi.
Saat musik AI terus menembus arus utama, para ahli menilai bahwa diperlukan pembaruan regulasi besar-besaran untuk menjaga keberlanjutan ekosistem musik yang selama ini dibangun di atas kreativitas dan karya manusia.
