Di bawah langit pagi yang cerah, semangat merah putih berkobar di lapangan Makodim 0421/Lampung Selatan. Suara komando menggema lantang, memecah udara, diikuti langkah tegas ratusan peserta yang berdiri dengan dada membusung. Mereka bukan tentara, melainkan pelajar, mahasiswa, dan tokoh masyarakat yang tengah mengikuti kegiatan Bela Negara Ster TNI pada 12–13 November 2025.
Kegiatan ini menjadi simbol kebangkitan jiwa nasionalisme di tengah era digital yang semakin memudarkan nilai-nilai kebangsaan. Dari wajah-wajah muda yang berbaris, tampak kobaran semangat baru untuk mencintai tanah air — bukan sekadar lewat kata, tapi dengan tindakan nyata.
Program Bela Negara yang diselenggarakan oleh Staf Teritorial (Ster) TNI ini bertujuan memperkuat rasa cinta tanah air, meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, serta menanamkan nilai tangguh dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari segala bentuk ancaman, baik fisik maupun ideologis.
Dalam arahannya, Asisten Bidang Hubungan Internasional Sahli Panglima TNI, Brigjen TNI Depok Sumantoko, menegaskan bahwa bela negara bukan sekadar latihan fisik, tetapi perjuangan moral dan spiritual yang tertanam di hati setiap warga negara.
“Bela negara bukan hanya soal baris-berbaris atau latihan ketahanan. Ini tentang hati, tentang keyakinan bahwa Indonesia harus terus berdiri di atas kaki sendiri,” ujarnya dengan suara bergetar namun tegas.
Pesan itu disambut dengan tepuk tangan para peserta. Beberapa bahkan terlihat menunduk haru, seolah memahami bahwa perjuangan mencintai tanah air tidak hanya dilakukan di medan perang, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Brigjen Sumantoko menambahkan, tantangan saat ini bukan lagi kolonialisme bersenjata, melainkan serangan ideologi dan budaya global yang perlahan menggerus jati diri bangsa.
Selama dua hari pelatihan, para peserta yang berasal dari berbagai unsur — siswa SMA di Lampung Selatan, FKPPI, KNPI, Satpol PP, Linmas, Satpam, Pramuka, Menwa, hingga organisasi kepemudaan — ditempa dalam berbagai kegiatan. Mulai dari baris-berbaris, pelatihan fisik, diskusi kebangsaan, hingga kegiatan sosial yang menanamkan kedisiplinan dan solidaritas.
“Saya capek, tapi bangga. Baru kali ini saya benar-benar paham makna cinta tanah air,” ungkap Aulia, salah satu peserta dari SMA Negeri di Kalianda. “Ternyata bela negara itu bukan hanya hafal Pancasila, tapi juga mau disiplin dan tangguh menghadapi tantangan zaman.”
Suasana pelatihan berlangsung penuh antusiasme. Meski diterpa panas matahari dan kelelahan, para peserta tetap bersemangat menyelesaikan setiap sesi. Dalam kegiatan diskusi kebangsaan, banyak di antara mereka yang mengaku mulai memahami pentingnya menjaga persatuan di tengah perbedaan.
Kegiatan ini digelar di tengah tantangan besar bagi generasi muda, di mana arus informasi yang deras dan pengaruh media sosial sering kali menumbuhkan sikap individualistis dan apatis terhadap nilai-nilai nasional. Namun melalui program seperti Bela Negara Ster TNI, semangat itu kembali tumbuh.
Pihak Ster TNI menegaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan bagian dari pembinaan karakter jangka panjang. Setelah pelatihan, para peserta akan dilibatkan dalam berbagai kegiatan sosial seperti penanaman pohon, edukasi kebangsaan di sekolah-sekolah, dan kampanye anti-hoaks di dunia maya.
Menjelang sore, ketika matahari mulai tenggelam di balik Gunung Rajabasa, seluruh peserta berkumpul untuk penutupan acara. Lagu “Bagimu Negeri” bergema di udara, dinyanyikan dengan suara parau karena lelah, namun penuh kebanggaan.
Suasana haru terasa kuat. Beberapa peserta menitikkan air mata, bukan karena lelah, tetapi karena menyadari betapa berharganya menjadi bagian dari negeri ini. Dari kegiatan itu, lahir generasi muda yang lebih sadar bahwa mencintai Indonesia bukan tugas ringan, namun juga bukan beban yang harus dihindari.
Dengan semangat yang menyala, mereka meninggalkan lapangan pelatihan dengan satu keyakinan: bahwa bara cinta tanah air harus terus dijaga, agar Indonesia tetap berdiri tegak di tengah badai zaman.
