Buku Jadi Lagu, Cara Baru Bandung Bangkitkan Literasi

goodside
3 Min Read

Di Aula Balairung Disarpus Kota Bandung, suasana siang itu terasa berbeda dari biasanya. Tidak ada keheningan khas perpustakaan, melainkan nada-nada ceria yang mengalun dari panggung kecil. Anak-anak duduk bersila, sebagian menggoyangkan kaki mengikuti irama. Buku-buku cerita yang biasanya dibaca dalam diam, kini “bernyanyi” lewat program Musikaliterasi: Musik x Literasi Buku, sebuah pendekatan baru yang dirancang untuk menghidupkan kembali semangat membaca dengan cara yang lebih menyenangkan.

Program ini bukan sekadar eksperimen kreatif, melainkan upaya serius Disarpus untuk menghilangkan anggapan bahwa literasi hanya tentang membaca dan menulis. Kepala Disarpus Kota Bandung, Dewi Kaniasari, menyampaikan bahwa literasi hari ini berkembang menjadi ruang yang interaktif. Cara penyampaian cerita melalui musik membuat anak-anak tidak hanya memahami isi buku, tetapi juga merasakan suasananya. Ketika cerita tentang alam dibacakan, irama lembut mengalun. Saat kisah tentang keberanian muncul, musik pun menguat mengikuti narasi.

Perubahan dalam Pengajaran Literasi

Di tengah acara, tampak para orang tua yang tersenyum melihat anak-anak begitu menikmati sesi membaca. Banyak di antara mereka yang mengaku baru melihat buku disampaikan dengan cara sehidup ini. Tidak hanya anak-anak, para guru, relawan TBM, dan pengelola perpustakaan pun ikut mengamati cara baru yang berpotensi menjadi gerakan pembelajaran kreatif di sekolah maupun ruang publik.

Musikaliterasi menjadi lebih bermakna ketika mengetahui bahwa kegiatan ini juga menjadi ruang apresiasi bagi 108 perpustakaan di Bandung yang menerima Program Bantuan 1.000 Buku dari Perpustakaan Nasional RI. Bantuan itu bukan hanya menambah koleksi, tetapi juga membuka peluang untuk mengolah buku menjadi pengalaman baru yang dapat menggerakkan imajinasi. Dewi menegaskan bahwa buku tidak harus diperlakukan secara kaku—ia bisa berubah menjadi nyanyian, gerakan, atau permainan yang tetap menyampaikan pesan moral dengan cara yang lebih mudah dicerna.

Dukungan dari Bunda Literasi

Di sisi lain, Bunda Literasi Kota Bandung, Aryatri Benarto Farhan, hadir memberi dukungan penuh. Ia menekankan bahwa literasi bukan sebatas teknis membaca, melainkan kemampuan memahami dan meresapi pesan. Ketika anak-anak menyanyikan isi buku, mereka tak hanya menyerap kata-kata, tetapi juga memaknai emosi yang terkandung di dalamnya. Musik membantu mereka menjalin empati, memahami karakter, dan bahkan mengingat nilai-nilai penting dengan lebih kuat.

Perpustakaan sebagai Ruang Inspirasi

Di sepanjang kegiatan, terlihat bagaimana perpustakaan berubah menjadi ruang inspirasi. Tidak lagi sekadar tempat menyimpan buku, tetapi wadah kreativitas yang bisa menggugah budaya membaca sejak usia dini. Beberapa anak bahkan meminta lagu tambahan—bukan karena ingin bermain, tetapi karena ingin tahu “kelanjutan ceritanya”.

Harapan Masa Depan

Ketika acara berakhir, ruangan masih terasa hangat oleh tawa dan gumaman nada yang dinyanyikan ulang oleh anak-anak dalam perjalanan pulang. Gelombang kecil Musikaliterasi hari itu mungkin terlihat sederhana, namun di baliknya tersimpan harapan besar: bahwa lewat musik, buku kembali mendapat tempat yang dekat di hati anak-anak Bandung, dan literasi tumbuh bukan karena diwajibkan, tetapi karena dicintai.

 

Share This Article
Leave a Comment