Fanny Ghassani Cs Kunjungi UM Malang, Diskusi Film RIBA

goodside
4 Min Read

Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menjadi tempat yang ramai dikunjungi oleh sejumlah tokoh dari dunia perfilman. Fanny Ghassani bersama kru film RIBA hadir untuk berdiskusi dengan para mahasiswa mengenai tema psikologi dalam film dan strategi menciptakan film komersil dalam genre horor.

Dengan mengusung tema “Psikologi Dalam Film” dan “Strategi Menciptakan Film Komersil dalam Film Horor”, diskusi ini menarik antusiasme besar dari kalangan mahasiswa. Film RIBA, yang diadaptasi dari utas viral Getih Anak, saat ini sedang ramai dibicarakan di media sosial. Film ini memiliki cerita yang memperlihatkan sisi gelap manusia ketika terdesak kebutuhan hidup.

Fanny Ghassani, yang berperan sebagai Rohma dalam film tersebut, menjadi ikon utama dalam diskusi hangat itu. Ia ditemani oleh Kevin Danu, Emilat Morsehdi, Pritt Timothy, serta tokoh utama Sugi yang diperankan oleh Ibrahim Risyad. Selain itu, produser Titin Suryani dan eksekutif produser Bedy Kunady juga turut memberikan wawasan mengenai proses kreatif film yang mengangkat tema tekanan ekonomi, jeratan utang, hingga konsekuensi psikologis dari tindakan nekat.

Film RIBA diproduksi oleh Verona Films dan ditulis oleh Titien Wattimena serta disutradarai oleh Adhe Dharmastriya. Dalam ceritanya, film ini menunjukkan bagaimana keputusasaan dapat membawa seseorang pada pilihan ekstrem dan berbahaya. Tokoh utamanya adalah seseorang yang hidupnya berantakan akibat lilitan utang.

Dari cerita awal itu, alur film berkembang menuju rangkaian teror yang tidak hanya bersifat supranatural, tetapi juga menggambarkan “hantu” dari rasa bersalah, tekanan psikologis, dan moralitas manusia. Fanny Ghassani menjelaskan bahwa meskipun film ini bertujuan untuk hiburan, ia menyimpan banyak makna. Menurutnya, manusia sering kali mengambil keputusan secara tergesa-gesa, yang kerap membawa dampak negatif.

“Jadi film ini juga memesankan agar sebagai manusia yang kerap mengambil keputusan secara tergesa-gesa, harus berhati-hati,” ujarnya. “Selain itu, komunikasi suami-istri yang tidak berjalan dengan baik, juga menjadi pesan yang dapat diterima oleh para penonton,” tambahnya.

Berbeda dengan film horor konvensional lainnya, film ini tidak hanya mengandalkan efek kejut. Sutradara dan tim produksi memilih pendekatan yang lebih dalam dengan memperlihatkan bagaimana utang, riba, dan praktik ekonomi gelap dapat menjerumuskan seseorang. Bahkan, ritual mistis yang dikenal dari utas viral tersebut yang disebut sebagai ‘Getih Anak’ diangkat sebagai simbol konsekuensi tragis dari keputusan-keputusan nekat.

Produser Titin Suryani menjelaskan bahwa perubahan judul dari “Getih Anak” menjadi RIBA dilakukan untuk menegaskan fokus utama film. “Ini untuk menguatkan nilai film tentang dosa dan konsekuensi yang datang dari praktik pinjaman berbunga dan eksploitasi ekonomi.” “Hal ini sekaligus memperkuat pesan moral yang ingin dibangun dalam cerita,” terang Titin.

Film RIBA juga digadang-gadang akan menjadi salah satu horor yang relevan dengan kondisi sosial masyarakat saat ini. Di tengah tingginya kasus pinjaman online, tekanan ekonomi, serta maraknya fenomena pesugihan modern. Dengan pendekatan yang lebih realistis dan emosional, film ini diharapkan tidak hanya menghadirkan ketakutan, tetapi juga membuka ruang refleksi bagi penonton mengenai pentingnya literasi finansial dan keputusan hidup yang penuh kehati-hatian.

Film yang dijadwalkan tayang di bioskop mulai 4 Desember 2025 tersebut, sudah banyak ditunggu para pecinta film horror lokal di Indonesia.

Share This Article
Leave a Comment