Yogyakarta memiliki cara khusus dalam memperingati Hari Angklung Sedunia yang jatuh pada hari Ahad, 16 November 2025. Dalam peringatan kali ini, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengajak para pelaku usaha, wisatawan, serta pemerintah kabupaten/kota untuk ikut berpartisipasi dalam gerakan membunyikan angklung secara serentak. Sektor perhotelan, restoran, dan pengelola ruang publik juga diimbau untuk memutar musik angklung sepanjang peringatan Hari Angklung Dunia.
Pemerintah DIY mengirimkan surat kepada Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) setempat untuk memutar musik angklung pada tanggal 16 November. Dokumentasi dari berbagai kegiatan tersebut nantinya akan dikompilasi sebagai bagian dari kampanye budaya tingkat internasional.
Di kawasan Malioboro, tepatnya di Kompleks Kepatihan, para pelajar dari SD Negeri Warung Boto yang merupakan Juara Lomba Angklung Piala Gubernur DIY 2025, turut beraksi menampilkan permainan angklung yang menarik perhatian masyarakat.
Warisan Budaya Takbenda
Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi menjelaskan bahwa perayaan tahun ini menandai 15 tahun penetapan angklung sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Dunia oleh UNESCO pada 16 November 2010 silam.
“Meskipun sudah 15 tahun diakui UNESCO, informasi mengenai Hari Angklung Sedunia masih belum banyak diketahui masyarakat luas,” ujarnya.
Tahun ini, Yogyakarta mencoba menghidupkan kembali gerakan mengenalkan angklung lebih meluas. Di semua sektor, mulai dari pemerintahan hingga masyarakat luas melalui ruang-ruang publik yang ada seperti kawasan Malioboro yang selalu ramai.
Menurut Dian, komunitas angklung di Yogyakarta terus berkembang dan memiliki daya hidup budaya yang kuat. Tidak hanya menjadi media seni pertunjukan, angklung juga banyak dimainkan oleh pengamen jalanan di berbagai sudut kota, terutama di kawasan Malioboro. Selain itu, angklung juga dimainkan oleh komunitas seni lintas generasi, dari anak-anak hingga kalangan dewasa.
Fokus pada Regenerasi
Dian menjelaskan bahwa peringatan Hari Angklung Sedunia di DIY tahun ini menekankan regenerasi, terutama pada kelompok anak usia dini. Selain menggandeng komunitas angklung, pihaknya juga memberikan perangkat alat musik angklung di berbagai sekolah, serta menggelar lomba bagi pelajar memperebutkan Piala Gubernur.
Adapun Pemerintah Kota Yogyakarta sebelumnya telah mendata sejumlah kelompok musisi jalanan yang menggunakan angklung untuk dapat tampil di kawasan Tugu hingga Malioboro untuk menghibur wisatawan.
Inisiatif dan Partisipasi Masyarakat
Perayaan Hari Angklung Sedunia tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat. Berbagai inisiatif dilakukan untuk memastikan bahwa angklung tidak hanya dianggap sebagai alat musik tradisional, tetapi juga sebagai simbol identitas budaya yang penting.
Beberapa acara khusus diselenggarakan di berbagai tempat, termasuk di kawasan wisata dan pusat-pusat keramaian. Para pelaku seni dan komunitas lokal juga turut berkontribusi dalam memperkenalkan angklung kepada masyarakat luas.
Selain itu, banyak sekolah dan lembaga pendidikan yang turut berpartisipasi dengan menyelenggarakan lomba dan kegiatan edukatif terkait angklung. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan minat dan rasa cinta terhadap kesenian tradisional di kalangan generasi muda.
Kesimpulan
Hari Angklung Sedunia di Yogyakarta tahun ini menjadi momen penting dalam upaya melestarikan dan memperkenalkan angklung kepada masyarakat luas. Dengan partisipasi aktif dari berbagai pihak, baik pemerintah, komunitas, maupun masyarakat umum, angklung tidak hanya dijaga keberadaannya, tetapi juga terus berkembang dan relevan di tengah dinamika budaya modern.
