Kisah di Balik Layar “What’s Up with Secretary Kim”

goodside
5 Min Read

Proses Produksi Film What’s Up with Secretary Kim yang Menarik

Tidak hanya kisah di depan kamera, proses di balik pembuatan film What’s Up with Secretary Kim juga menyimpan cerita menarik. Para pemeran, seperti Adipati Dolken dan Mawar de Jongh, mengungkapkan pengalaman baru yang mereka rasakan selama produksi berlangsung.

Film original Vidio ini mengadaptasi webtoon dan webnovel yang juga pernah diangkat menjadi drama Korea populer berjudul What’s Wrong with Secretary Kim (2018). Berlatar dunia perkantoran, film ini akan mengajak penonton untuk mengikuti kisah cinta antara bos perfeksionis dan sekretarisnya yang sudah sembilan tahun setia menemani. Dengan durasi sekitar 1 jam 37 menit, What’s Up with Secretary Kim tayang eksklusif di Vidio, mulai Sabtu, 8 November 2025.

Ruang Bebas di Bawah Arahan Rako Prijanto

Sebagai sutradara, Rako Prijanto dikenal memberi ruang lebar bagi aktornya untuk mengeksplorasi. Ia tak menuntut kepatuhan kaku pada naskah, tapi justru mendorong mereka menemukan “rasa” lewat improvisasi.

Hal itu diakui oleh Agnez Naomi, salah satu pemeran pendukung film ini. “Jujur, Pak Rako, aku senang banget juga kerja sama Pak Rako karena kami dipercaya juga sebagai pemain untuk selain diarahkan langsung sama Bapak Rako, tapi kami juga dikasih ruang sendiri untuk meracik dari formula kami sendiri. Jadi, lumayan enak dan ya, bebas sih mainnya,” ujarnya.



Para pemain dan sutradara film What’s Up with Secretary Kim? menghadiri gala premier di Plaza Indonesia XXI, Jakarta, 6 November 2025. TEMPO/Silvia Alya Rahmah

Belajar di Kantor

Sebelum syuting dimulai, seluruh pemain mengikuti proses pembacaan naskah di kantor Falcon Pictures. Reading dilakukan bukan hanya untuk membahas naskah, tapi juga untuk menyamakan tempo dan membangun keakraban antarpemain, termasuk Adipati Dolken.

“Kami ada reading dan kami berada di lokasi yang menurut aku, walaupun bukan kantornya bukan kantor yang bertingkat-tingkat gitu, tapi di tempat kerja yang udah ada sistem gitu. Jadi menurut aku itu adalah salah satu tempat yang paling cocok untuk kami belajar. Jadi waktu itu reading-nya di Falcon, jadi ada Pak Nafin suka lewat gitu, bisa dilihat-lihat juga gitu sebenarnya,” ujar Adipati Dolken.

Menyesuaikan Penampilan



Adipati Dolken dan Mawar De Jongh menghadiri konferensi pers What’s Up with Secretary Kim di Jakarta Pusat pada Kamis, 6 November 2025. TEMPO/Silvia Alya Rahmah

Untuk memperdalam tokoh Kimberley Laksono, Mawar de Jongh memilih untuk banyak mengamati dan menyesuaikan diri dengan dunia yang mirip dengan karakter yang ia mainkan. Ia memperhatikan cara bicara, bahasa tubuh, hingga gaya berpakaian perempuan pekerja kantoran agar sosok sekretaris yang ia perankan terasa profesional namun tetap manusiawi.

“Di sekeliling kita sebenarnya banyak yang di lingkungan yang sama gitu dengan Kim dan Pak Rendra,” ujarnya. “Mungkin kurang lebih kayak gesture-nya bisa kita ambil, terus juga cara bicaranya, atau cara mempersilahkan bosnya mungkin, dan lain-lain.”

Tak hanya soal gesture, Mawar juga melakukan penyesuaian dari sisi tampilan. “Kalau secara fisik enggak ada perubahan sih,” katanya. “Tapi mungkin penyesuaian sama bajunya, sama sepatunya.” Perhatian pada detail kecil seperti itu membuat karakter Kim tampil profesional tanpa kehilangan sisi lembut dan manusiawi.

Rasa yang Lebih Indonesia



Poster film What’s Up with Secretary Kim? Foto: Vidio.

Berbeda dari versi Korea, karakter Rendra dalam film ini dibentuk dengan nuansa yang lebih lokal. Adipati Dolken menegaskan bahwa tim produksi berusaha menghadirkan adaptasi yang dekat dengan keseharian penonton Indonesia.

“Ya, pasti iya lah. Karena semua orang pasti akan membanding-bandingkan gitu kan,” katanya. “Karena kan udah ada yang pertama, kedua, dan ketiga. Ini kami yang keempat kalau enggak salah. Pertama Korea, Thailand, Filipina gitu. Dan semuanya di atas sana sukses. Dan kami juga berharap What’s Up with My Secretary Kim memang ada di atas itu juga kualitasnya.”

Adipati juga menyoroti bagaimana film ini dibuat lebih melokal. “Yang pasti culture-nya kayak di sini ada makan angkringan, kayak gitu-gitu. Banyak poin-poin yang sebenarnya di sana tuh Korea banget, tapi di sini kami bikin lebih Indonesianya gitu.”

Baca juga:

Share This Article
Leave a Comment