LSF RI: Setiap Film Wajib Miliki STLS dari Lembaga Sensor Film

goodside
3 Min Read

Ketua Subkomisi Hukum dan Advokasi Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia, Saptari Novia, menyampaikan bahwa setiap film dan iklan film yang akan diedarkan atau ditayangkan di Indonesia wajib memiliki Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) dari LSF RI. Pernyataan ini disampaikan dalam sambutannya pada kegiatan Literasi dan Edukasi Hukum Bidang Perfilman dan Penyensoran yang diselenggarakan oleh LSF RI di Hotel Aston Palu, Kota Palu, Sulawesi Tengah, pada Selasa (11/11/2025).

Menurut Saptari, STLS merupakan bentuk perlindungan hukum bagi pembuat film sekaligus jaminan agar konten yang ditayangkan sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Ia menjelaskan bahwa jika film belum disensor dan langsung ditayangkan, hal tersebut bisa menjadi masalah. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Penyiaran Daerah (KPID) akan menindaklanjutinya karena hanya LSF yang berwenang memberikan izin tayang.

LSF tidak hanya menyensor film layar lebar, tetapi juga film dan iklan yang ditayangkan melalui televisi maupun platform digital. Proses penyensoran dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2014, dan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2019. Selain itu, LSF juga memperhatikan aturan lain seperti Undang-Undang Pornografi, karena ada batas-batas tertentu yang harus dijaga, baik dari segi moral maupun etika.

Lebih lanjut, Saptari mengungkapkan bahwa kebebasan berekspresi dalam berkarya tetap dijamin, namun harus diimbangi tanggung jawab sosial. Film, menurutnya, tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga memiliki peran dalam membentuk karakter bangsa. Pembuat film bebas berkreasi, tetapi tetap harus menjaga nilai-nilai budaya, moral, dan agama. Itu yang menjadi dasar dalam menilai setiap adegan.

Saptari juga menyebutkan bahwa biaya sensor film kini semakin terjangkau, yakni Rp2 ribu per menit. Bahkan, LSF sedang berupaya agar proses penyensoran bagi pelajar dan mahasiswa dapat dilakukan secara gratis. Tujuannya adalah agar semangat berkarya mereka tidak terhambat.

Ia berharap kegiatan literasi dan edukasi hukum perfilman di Palu dapat menumbuhkan kesadaran para pembuat film untuk memahami pentingnya proses sensor sebelum karya mereka ditayangkan ke publik. Harapan Saptari adalah setelah mengikuti kegiatan ini, para peserta bisa lebih paham dan tidak lagi menganggap sensor sebagai hambatan, melainkan sebagai bagian penting dalam menjaga kualitas film nasional.

 

Baca juga:

Share This Article
Leave a Comment