5 Film MCU Paling Tidak Layak, Setuju?

goodside
5 Min Read

Marvel Cinematic Universe (MCU) kini menghadapi tantangan baru dalam mempertahankan antusiasme penggemar. Setelah meluncurkan The Multiverse Saga, jumlah konten yang terus bertambah justru membuat para penggemar merasa kewalahan untuk mengikuti semua cerita yang ada. Tidak hanya itu, setiap rilisan film MCU selalu menimbulkan perdebatan di kalangan penggemar.

Ada film yang dianggap sebagai klasik dan tidak tergantikan, seperti Iron Man (2008) dan Captain America: Civil War (2016). Namun, beberapa film lainnya justru dinilai mengecewakan, seperti Iron Man 2 (2010) dan Thor: Love and Thunder (2022). Dengan berjalannya waktu, beberapa film malah terasa lebih buruk dari kesan awalnya. Berikut ini adalah deretan film MCU yang paling overrated.

1. Spider-Man: Far From Home (2019)

Dibanding dua film lainnya dalam trilogi garapan Jon Watts, Spider-Man: Far From Home terasa paling lemah. Film ini kehilangan pesona hangat dan pertumbuhan karakter yang kuat seperti dalam Spider-Man: Homecoming (2017) serta emosi mendalam yang ada dalam Spider-Man: No Way Home (2021). Alih-alih fokus pada perjalanan Peter Parker (Tom Holland), film ini lebih terasa seperti perpisahan panjang untuk Tony Stark (Robert Downey Jr). Sementara itu, twist soal Mysterio (Jake Gyllenhaal) pun mudah ditebak oleh para penggemar komik.

2. Thor: Ragnarok (2017)



Thor: Ragnarok merupakan film yang unik. Saat dirilis pada 2017, film ini menjadi penyegar besar bagi seri Thor karena mengubah arah cerita dengan kesan yang lebih santai dan penuh humor. Namun, banyak juga penggemar yang merasa film ini terlalu “berlebihan” dalam komedinya sampai-sampai mengurangi sisi epik Thor sendiri. Menariknya, ketika Thor: Love and Thunder hadir dengan gaya serupa, responsnya justru jauh lebih dingin. Thor: Ragnarok tetap memiliki kreativitas dan gaya khas Taika Waititi, tapi beberapa adegan terlihat kurang menarik dari sisi visual dan pencahayaan. Ini memperlihatkan batas estetika MCU yang mulai terasa membosankan.

3. Black Panther: Wakanda Forever (2022)



Sekuel Black Panther ini sempat mendapat nominasi Producer’s Guild Award untuk Film Terbaik, sama seperti film pertamanya. Meski film ini solid, banyak yang merasa Black Panther: Wakanda Forever tidak mampu menandingi kehebatan pendahulunya. Kondisi itu bisa dimaklumi karena film ini dibuat di tengah duka atas meninggalnya Chadwick Boseman. Meski begitu, banyaknya subplot membuat ceritanya terasa panjang dan kurang fokus sehingga kehilangan kedalaman emosional yang menjadi kekuatan utama film pertamanya.

4. Captain America: The Winter Soldier (2014)



Captain America: The Winter Soldier ternyata tidak menua sebaik yang diharapkan. Saat dirilis, film ini dipuji karena menghadirkan tema politik yang gelap dan kompleks. Namun, seiring waktu, twist tentang kembalinya HYDRA justru menghilangkan pesan moral abu-abu yang seharusnya membuat film ini menarik. Alih-alih menghadapi dunia yang rumit, Captain America (Chris Evans) lagi-lagi berhadapan dengan penjahat yang sama seperti dalam film sebelumnya. Dari sisi visual, palet warna abu-abu dan desain set yang monoton juga membuat film ini jadi contoh jelas bagaimana estetika MCU kadang terasa terlalu “datar”.

5. Captain Marvel (2019)



Captain Marvel sering dianggap terlalu dibesar-besarkan. Sebenarnya, masalahnya bukan pada filmnya, melainkan pada cara publik menerimanya. Film ini bukanlah bencana, tetapi juga bukan mahakarya. Kualitasnya sebanding dengan film asal-usul MCU lainnya, seperti Doctor Strange (2016) atau Ant-Man (2015). Sayangnya, sejak sebelum rilis, Captain Marvel sudah mendapat gelombang kebencian besar. Sebagian karena reaksi negatif terhadap sang pemeran utama, Brie Larson. Alur ceritanya yang maju mundur memang bisa terasa canggung, tapi jauh dari kata buruk. Film ini tetap gak bisa dibilang gagal total seperti yang sering digambarkan.

Kesimpulan

Beberapa film MCU yang dianggap “terlalu dibesar-besarkan” sebenarnya tetap menghibur, tapi tidak selalu sebanding dengan hype yang menyertai. Kadang, ekspektasi penonton yang tinggi justru membuat kekurangan terasa lebih mencolok. Pada akhirnya, seberapa overrated sebuah film bergantung pada pengalaman masing-masing penonton dalam menikmati kisah para pahlawan ini.

Share This Article
Leave a Comment