Seorang penjual bakso babi di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengaku menyesal setelah usahanya viral akibat dipasang spanduk yang menyatakan bahwa produknya tidak halal. Ia menyatakan bahwa kondisi usahanya menjadi sangat sulit setelah kejadian tersebut.
S, nama yang digunakan untuk melindungi identitas penjual, telah menjalani usaha ini selama puluhan tahun, sejak awal 1990-an. Namun, ia tidak pernah memberikan informasi nonhalal tentang produknya. Tempat usaha S kini menjadi perhatian publik setelah beredar video yang menunjukkan spanduk bertuliskan “Bakso Babi (Tidak Halal)” dengan logo Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kini, S mengaku menyesal setelah tempat usahanya viral di media sosial. Ia menyampaikan secara singkat, “Susah sakniki. Mending ora viral koyo ngeten,” yang artinya “Sekarang susah, lebih baik tidak viral.” Ia menolak berkomentar lebih lanjut.
Sejarah Usaha S
S telah lama berjualan bakso di wilayah Kalurahan Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul. Awalnya, ia memulai usahanya dengan berkeliling kampung. Pada tahun 2009, S membuka lapak di Padukuhan Dukuh IV Cungkuk, Kalurahan Ngestiharjo. Tempat usaha itu disewa dari warga setempat.
Blorok, pemilik kios yang disewa oleh S, mengatakan bahwa S berjualan keliling dan cukup laris hingga akhirnya menetap di simpang tiga dekat lokasi jualannya sekarang. “Karena yang parkir memenuhi jalan, beliau minta izin (mengontrak kios) ke bapak saya dan diizinkan.” Ia menambahkan bahwa kontrakan tersebut habis pada bulan November 2026.
Blorok menyatakan bahwa S selalu terbuka kepada pembeli terkait bakso yang dijualnya terbuat dari daging babi. Karena itu, pemasangan spanduk yang memberi informasi jelas dianggap sebagai hal positif. “Dulu sama penjual bakso ditulisi bakso babi di gerobaknya. Kalau adanya pemasangan spanduk bakso babi ini juga tidak masalah.”
Hubungan dengan Warga Sekitar
Terpisah, Ketua RT 4, Padukuhan Dukuh IV Cungkuk, Bambang Handoko mengatakan bahwa usaha bakso itu dijalankan S bersama saudara iparnya. Istri S telah meninggal dunia beberapa waktu lalu. Handoko menerangkan bahwa komunikasi S dengan warga setempat terjalin sekadarnya. S disebut tak pernah kumpul dengan warga setempat. Sehari-hari, S hanya ke warung untuk membuka usahanya. Setelah tutup, S langsung kembali ke kediamannya.
Handoko menambahkan bahwa sebenarnya ia pernah menyampaikan kepada S untuk memasang tulisan nonhalal di warung baksonya agar tak meresahkan masyarakat. S pun sempat memasang tulisan itu, namun dihilangkan lagi. “Pernah tulisan nonhalal itu dipasang, tapi dengan tulisan kecil. Terus saya tegur, tulisannya dipasang agak besar. Tulisannya pakai karton gitu.”
DMI Memasang Spanduk
Sekjen DMI Ngestiharjo, Ahmad Bukhori mengatakan bahwa pemasangan spanduk ini dilakukan lantaran masyarakat sudah resah. “Nah, kami baru masuk pembahasan kepengurusan dan diskusi di organisasi DMI sekitar Desember 2024 atau awal Januari 2025.” Lalu muncul isu keresahan di wilayah Ngestiharjo ada penjual bakso non halal yang tidak mencantumkan informasi bahwa produk bakso itu nonhalal.
Ahmad menyebut bahwa kebanyakan pelanggan tak mengetahui bakso yang mereka beli di warung S merupakan nonhalal. “Beberapa orang yang tinggal di daerah sana ada yang tahu kalau itu bakso memiliki kandungan nonhalal. Tapi, kadang orang di sana bisa memberitahu dan kadang tidak bisa memberitahu ke pelanggan.”
Dari keresahan yang muncul, DMI Ngestiharjo mengambil sikap melakukan pendekatan. Pendekatan itu dilakukan sejak awal 2025 melalui dukuh setempat, pihak RT, hingga penjual bakso tersebut. Dari perangkat pemangku wilayah setempat pun sudah menyarankan agar penjual bakso memberi keterangan nonhalal. Akan tetapi, pemilik bakso merasa keberatan lantaran takut warungnya menjadi sepi.
“Cuma dari penjual merasa keberatan atau bagaimana gitu, karena kalau ditulis bakso babi kan pembelinya otomatis berkurang. Kan begitu.” Jadi, penjual hanya bilang iya-iya gitu saja. Setelah beberapa kali teguran, penjual hanya memasang tulisan B2 di kertas HVS. Tulisan itu pun kadang dipasang, kadang enggak.
Akhirnya, DMI Ngestiharjo mengambil sikap untuk memasang spanduk bertuliskan “Bakso Babi”. Proses pemasangan dilakukan atas izin pemilik usaha. “Begitu dipasang, akhir-akhir Oktober ini ada seorang yang membuat video dan viral karena ada logo DMI.” Ada yang berpendapat bahwa itu bakso babi kok ada logo DMI, apakah DMI support atau malah jualan babi? Ternyata ada miss persepsi, jadi viral dan sebagainya.
Pemasangan spanduk versi satu dipasang pada Februari 2025 lalu. Setelah spanduk itu viral pada Oktober 2025, spanduk diganti dengan logo dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan DMI Ngestiharjo pada Jumat (24/10/2025).
