Pemerasan Sopir Travel di Gowa Diduga Libatkan Polisi

goodside
5 Min Read

Sebuah kasus dugaan pemerasan terhadap seorang sopir travel bernama Aidil Isra dengan jumlah uang sebesar Rp 30 juta telah terjadi. Dugaan ini melibatkan tiga anggota TNI serta oknum polisi. Peristiwa tersebut berlangsung ketika korban sedang melintasi Kabupaten Gowa pada malam Jumat, (7/11), menuju Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.

Tiga anggota TNI yang diduga terlibat dalam kejadian ini kini sedang diperiksa oleh Kodam XIV Hasanuddin. Kapendam Kodam XIV Hasanuddin, Kolonel (Kav) Budi Wirman, mengatakan bahwa kejadian tersebut benar-benar terjadi. Ia menyebutkan bahwa ada tiga orang yang diduga merupakan oknum TNI AD melakukan pemerasan.

“Kami sedang mendalami apakah yang terjadi itu benar-benar dilakukan oleh mereka,” ujar Budi Wirman kepada wartawan di Makassar, Rabu (12/11/2025). Ia menambahkan bahwa pihak Pomdam saat ini sedang menyelidiki peristiwa tersebut lebih lanjut.

Tiga prajurit TNI yang terlibat masing-masing memiliki inisial Kopda SUY, Pratu FRM, dan Pratu FTR. Mereka bertugas di Satuan Pembekalan Angkutan Kodam XIV Hasanuddin. Dalam kasus ini juga disebut adanya keterlibatan seorang anggota Polri yang bertugas di Polrestabes Makassar.

Modus Pemerasan yang Terjadi

Modus pemerasan yang digunakan oleh para pelaku adalah dengan menuduh korban membawa tenaga kerja ilegal saat melintas di Jalan Poros Gowa. Para terduga kemudian meminta uang puluhan juta rupiah agar masalah tidak berlanjut dan mobil tidak disita.

Menurut informasi awal, para pelaku melihat mobil travel melaju dengan muatan yang dinilai melebihi kapasitas, sehingga mereka memberhentikan kendaraan tersebut. Modusnya mirip dengan razia biasa, yaitu memeriksa surat-surat dan kondisi mobil. Setelah itu, terduga melakukan negosiasi di tempat untuk mencapai kesepakatan uang damai.

Setelah uang sebesar Rp 30 juta dibayarkan, korban melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian. Namun, menurut Kapendam, selain oknum TNI, ada juga tiga warga sipil dan satu oknum polisi yang diduga terlibat dalam kasus ini.

Tindakan Kodam dan Hukuman yang Diberikan

Atas dugaan pelanggaran tersebut, pihak Kodam telah bertindak tegas dengan memastikan terduga pelaku dari TNI diperiksa secara intensif guna pembuktian apakah mereka benar-benar melakukan perbuatan tersebut. Jika terbukti bersalah, sanksi yang diberikan akan sangat berat.

“Kami bersikap tegas terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota kami. Kami tidak akan mentolerir hal-hal semacam ini,” ujar Kapendam. Ia juga mengimbau kepada seluruh prajurit TNI untuk menjaga nama baik institusi dan menghormati kesatuan serta mementingkan kepentingan masyarakat.

Ia menekankan bahwa masih dalam proses penyelidikan mengapa ketiga oknum TNI AD bisa berada di wilayah tersebut.

Pengakuan Korban dan Penasihat Hukum

Secara terpisah, korban Aidil Isra mengungkapkan bahwa kasus ini sudah dilaporkan. Menurutnya, ia ditahan di jalanan oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai anggota. Mereka memeriksa kelengkapan dan kondisi mobil serta penumpang, lalu menuduhnya melanggar aturan. Mereka meminta uang dengan dalih damai.

Aidil mengatakan bahwa mereka meminta uang sebesar Rp 30 juta dengan alasan bukan untuk mereka, melainkan atas permintaan Kepala Unit (Kanit). Merasa ketakutan, ia langsung membayar uang tersebut melalui transfer daring menggunakan ponselnya. Nama yang tertera dalam transaksi adalah Siti, seorang perempuan.

Setelah menerima uang, para pelaku memberikan jaminan bahwa jika korban melintas di jalan tersebut, tidak akan ditahan atau kena razia. Selanjutnya, STNK dan KTP korban difoto dengan alasan sebagai bahan laporan.

Sementara itu, penasihat hukum korban, Sya’ban Sartono, menyebutkan bahwa ada beberapa orang oknum petugas serta warga sipil yang diduga terlibat dalam pemerasan terhadap kliennya. Modusnya sama, yaitu menuduh korban membawa tenaga kerja ilegal dan menghentikannya di pinggir jalan.

Setelah diklarifikasi, ternyata di dalam mobil hanya ada penumpang dan tidak ada identitas yang ditemukan. Selain itu, pintu belakang mobil terbuka, yang menjadi dasar pemerasan. Mereka mengancam akan membawa sopir ke pos jika tidak diselesaikan dengan cara damai, yaitu dengan memberi uang.

Menurut keterangan klien Sya’ban, ada di antara para pelaku yang ditunjuk sebagai Kanit, dan diduga ada keterlibatan polisi. Permintaan awal adalah Rp 50 juta, namun karena keterbatasan finansial, klien hanya mampu membayar Rp 30 juta.

Hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian terkait kasus yang diduga melibatkan salah satu anggota Polri. Meski demikian, pihak TNI sudah memeriksa para terduga dan menyebut ada anggota dari Polri serta orang sipil yang diduga terlibat.

Share This Article
Leave a Comment