Film original terbaru Netflix, The Great Flood, telah meninggalkan jutaan penonton dalam tanda tanya besar setelah rilisnya pada Desember 2025. Bukan sekadar film bencana air biasa, karya sutradara Kim Byung-woo ini menutup kisahnya dengan sebuah pengungkapan (twist) filosofis yang memadukan kepunahan manusia dengan kebangkitan kesadaran digital. Jawaban atas segala misteri tersebut rupanya tersembunyi pada detail kecil yang sempat terabaikan: angka-angka pada pakaian yang dikenakan para karakter.
Inti dari ending film ini adalah pengakuan bahwa seluruh peristiwa banjir dahsyat di apartemen tersebut bukanlah realitas fisik yang sedang berlangsung secara real-time, melainkan sebuah simulasi memori yang berulang (loop). Anna (Kim Da-mi), sang tokoh utama, ternyata adalah subjek dari eksperimen “Emotion Engine”—sebuah protokol AI yang dirancang untuk menyelamatkan esensi kemanusiaan sebelum bumi benar-benar hancur.
Makna Angka di Baju: Hitungan Iterasi Kegagalan
Salah satu poin paling krusial dalam memahami ending film ini adalah signifikansi angka yang tercetak pada pakaian pelindung Anna. Secara semantik, angka tersebut bukanlah nomor seri atau identitas, melainkan nomor iterasi (percobaan).
Setiap kali Anna tewas karena banjir atau gagal mencapai titik evakuasi, sistem AI akan melakukan reset dan memulai simulasi dari awal. Angka yang terus bertambah pada bajunya di sepanjang film menunjukkan bahwa Anna telah mengalami trauma kiamat tersebut ribuan kali. Fakta ini mengubah persepsi penonton; apa yang kita saksikan bukanlah satu perjuangan tunggal, melainkan perjuangan ke-sekian ribu kalinya dari kesadaran manusia yang menolak untuk menyerah.
Baca juga: Rahasia Angka di Baju Karakter Film The Great Flood
Penyelamatan Digital dan Peluncuran Roket
Menjelang akhir film, karakter Hee-jo (Park Hae-soo) terungkap sebagai agen pengawas dalam simulasi tersebut. Tugasnya bukan sekadar menyelamatkan raga Anna, melainkan memastikan bahwa “memori emosional” Anna tetap stabil di bawah tekanan ekstrem. Hal ini diperlukan agar data kesadaran manusia tersebut layak untuk diunggah ke server pusat.
Adegan penutup yang memperlihatkan sebuah roket meluncur ke luar angkasa sementara bumi di bawahnya tenggelam sepenuhnya merupakan metafora dari “Bahtera Nuh” modern. Roket tersebut tidak membawa manusia dalam bentuk fisik, melainkan membawa data digital dari kesadaran manusia yang telah berhasil melewati ujian simulasi. Anna, melalui iterasi yang tak terhitung jumlahnya, berhasil mempertahankan kemanusiaannya, sehingga datanya terpilih untuk “hidup selamanya” di koloni luar angkasa.
Kesimpulan: Sebuah Kemenangan Eksistensial
The Great Flood berhasil meredefinisi genre bencana dengan memberikan ending yang melampaui batas fisik. Sutradara Kim Byung-woo menyampaikan pesan bahwa meski tubuh manusia bisa hancur oleh alam, memori dan emosi—yang diuji melalui ribuan kali pengulangan—adalah sesuatu yang abadi.
Keberhasilan film ini dalam menyisipkan petunjuk melalui angka dan detail teknis menjadikannya topik diskusi yang hangat di media sosial, di mana banyak penonton mulai membedah kembali setiap adegan untuk mencari tahu di iterasi ke berapa Anna akhirnya berhasil “bebas”.
