Masa 90-an, masa yang penuh dengan kenangan dan kejayaan musik. Tidak hanya bagi generasi yang lahir di tahun tersebut, tapi juga bagi banyak orang yang merasakan betapa kaya akan variasi genre musik. Saat itu, berbagai aliran seperti ska, grunge, metal, rock, hingga dangdut bisa dinikmati oleh semua kalangan. Bahkan, dangdut pada masa itu memiliki penggemar setia yang dipimpin oleh para penyanyi legendaris seperti Soneta, Elvie Sukaesih, dan Evie Tamala.
Dari sekian banyak genre yang populer, ada yang menarik untuk diperhatikan. Misalnya, lagu-lagu anak yang sering tampil di layar kaca melalui acara khusus. Penyanyi cilik seperti Joshua Suherman, Eno Lerian, atau Agnez Mo (kini dikenal sebagai Agnes Monica) menjadi ikon dalam masa ini. Mereka tidak hanya menghibur, tetapi juga membawa perubahan dalam dunia musik anak-anak.
Tahun 1998-1999 menjadi momen penting karena setelah orde baru berakhir, berbagai genre musik bisa berkembang tanpa lagi terbatasi. Ini juga menjadi masa emas bagi band-band punk, metal, grunge, dan ska. Di setiap pentas seni, tidak pernah absen dari nama-nama besar seperti Superman is Dead, Tipe-X, Cupumanik, atau Ahmad Band. Mereka menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah musik Indonesia.
Di samping band, grup vokal juga sangat diminati. Trio Libels bahkan dianggap sebagai boyband pertama di Indonesia sebelum munculnya boyband K-Pop. Keberadaan mereka memperlihatkan betapa pentingnya suara asli dalam musik, karena teknologi seperti autotune belum ada pada masa itu. Grup vokal lain seperti AB Three, Elfa’s Singer, Warna, ME, Coboy, dan lainnya juga menjadi bagian dari era ini.
Namun, masa emas ini mulai pudar pada tahun 2010-an ketika demam K-Pop mulai masuk ke Indonesia. Boyband dan girlband ala Korea mulai mendominasi, dan akhirnya bergeser ke penyanyi solo di era 2020-an.
Musik dan Telepon Rumah
Pada masa 90-an, akses internet masih terbatas. Telepon rumah menjadi satu-satunya alat komunikasi. Meskipun begitu, kita tidak pernah terlambat dalam janji. Bahkan, jadwal pensi (pementasan seni) menjadi momen yang sangat dinantikan. Pensi bukan hanya ajang hiburan, tapi juga menjadi tempat bertemunya berbagai kalangan dari berbagai latar belakang.
Kita tidak perlu membeli kaset untuk menikmati musik. Merekam dari radio menggunakan tape boombox dan kaset kosong menjadi cara utama. Radio seperti Prambors dan Hard Rock sering memainkan lagu utuh, sedangkan Mustang FM dan Female Radio lebih sering memainkan lagu-lagu yang mudah direkam. Dengan cara ini, kita bisa menikmati berbagai genre dan penyanyi tanpa harus membeli kaset lengkap.
Musik dan Pensi
Pensi menjadi salah satu acara favorit. Kampus-kampus top Jakarta sering mengundang band papan atas, sementara SMA juga membuat pensi serupa. Di sini, kita bisa melihat band-band pelajar yang cukup terkenal. Namun, tidak semua orang bisa datang ke pensi di Jakarta Utara atau Barat karena jarak dan biaya transportasi yang mahal.
Selain musik, film juga menjadi hiburan. Namun, sensor ketat sering membuat film tidak bisa ditonton secara utuh. Grup lawak seperti Warkop DKI bahkan pernah nyaris masuk penjara karena menyelipkan kritik sosial dan politik dalam lawakannya. Meski cerita ini mungkin hanya anekdot, fakta bahwa hiburan terbatas di masa orde baru adalah kenyataan.
Masa Terbaik Menikmati Musik Utuh
Sekarang, hiburan sudah sangat beragam. Musik sering hanya jadi pelengkap postingan media sosial atau mengiringi berita viral. Banyak orang tidak tahu judul lagu yang sedang populer, hanya tahu potongan lagu itu sedang viral. Ini membuat musik bagi generasi di atas 2010-an bukan lagi hobi utama.
Maka, saya bisa katakan bahwa tahun 1990-an adalah masa terbaik untuk menikmati musik secara utuh. Tanpa aplikasi, tanpa internet, dan biaya yang minim. Radio dan televisi menjadi satu-satunya sarana hiburan yang sering menampilkan lagu-lagu baru. Anak metromini, geng mobil, anak sekolah negeri, swasta, bantaran kali, dan elit bisa bersatu hanya dengan musik. Mereka hadir bersama-sama di satu pentas dan bergembira tanpa memandang latar belakang sosial.
Bagi generasi non-1990-an yang membaca tulisan ini, tidak perlu merasa baper. Ini hanya obrolan Milenial tua yang mencoba bernostalgia di tengah beban hidup yang serasa tiada habisnya sejak The Cranberries dan Britney Spears tidak lagi menjadi bagian dari musik kami.
