Hari Ketiga Jakarta Film Week 2025: Penghormatan untuk John Badalu dan Talents Hub

goodside
6 Min Read

Hari Ketiga Jakarta Film Week 2025: Energi dan Kreativitas yang Menginspirasi

Hari ketiga Jakarta Film Week 2025 berlangsung dengan penuh semangat, menjadi momen penting bagi para penggemar film pendek dari berbagai latar belakang budaya. Berbagai acara yang diadakan di tempat-tempat seperti Galeri Indonesia Kaya hingga Taman Ismail Marzuki menawarkan ruang untuk pertemuan antara pembuat film, penonton, dan komunitas kreatif. Acara ini tidak hanya menyajikan karya-karya film pendek yang penuh eksperimen, tetapi juga memperkaya pengalaman melalui diskusi mendalam mengenai genre dan kisah-kisah yang kuat.

Kompetisi Film Pendek Global

Dalam acara Global Short Competition 1 & 2 yang diselenggarakan di CGV FX Sudirman, penonton disuguhi berbagai film pendek dari berbagai negara, termasuk Indonesia, Inggris, Polandia, Lebanon, Meksiko, Spanyol, Hong Kong, dan Jepang. Beberapa judul yang diputar antara lain Dancing in the Corner, A Very Straight Neck, Cura Sana, Workers’ Wings, There Will Come Soft Rains, dan What If They Bomb Here Tonight. Di sisi lain, Global Short Competition 2 menampilkan film-film seperti La Cascada, Anatomy of A Call, Ini Ibu Budi, Coyotes, dan Somewhere in Between.

Pada malam hari, suasana sangat ramai dan sukses mencuri perhatian penonton, termasuk reaksi meriah setelah pemutaran film Ini Ibu Budi yang disutradarai oleh Abimana. Film ini juga menghadirkan sesi Talks dan Q&A singkat dengan tim pembuat film, seperti Gunnar Nimpuno, Nidya Ayu, Pinkan Veronique, dan William Chandra, yang dimoderatori oleh sutradara Reza Fahri. Gunnar Nimpuno, sinematografer Ini Ibu Budi, mengungkapkan kegembiraannya terhadap acara ini, menyebut bahwa spirit film pendek lebih jujur dan menginspirasi.

Diskusi dan Pengalaman Kreatif

Selain itu, Global Short Official Selection 3 diselenggarakan di Teater Asrul Sani, Taman Ismail Marzuki, dilengkapi sesi Q&A singkat yang memperkaya pengalaman penonton. Di CGV Grand Indonesia, penonton juga disuguhkan beberapa sesi Q&A yang memadukan penayangan film dan diskusi kreatif. Program Made in HK memutar film Band Four, dilanjutkan sesi diskusi dengan pembicara Day Tai, komposer musik film asal Hong Kong, dan dimoderatori oleh NatapLayar, membahas proses penciptaan skor musik yang memperkuat cerita film.

Film Stuntman karya Albert Leung juga dibahas secara mendalam, menghadirkan pandangan sutradara mengenai aksi dan narasi khas sinema Hong Kong. Dari Indonesia, film Tale of the Land dibedah bersama sutradara Loeloe Hendra, production designer Sigit D. Pratama, dan produser Yulia Evina Bhara & Amerta Kusuma, membahas proses kreatif, desain produksi, dan kolaborasi dalam menghasilkan narasi lokal yang kuat. Film Pesugihan Sate Gagak karya Etienne Caesar juga menjadi sorotan, mengajak penonton memahami perspektif sutradara dalam mengeksplorasi kisah horor Indonesia yang kaya akan mitos lokal.

Forum Industri dan Pertukaran Kreatif

Sore harinya, Galeri Indonesia Kaya menjadi tuan rumah sesi Industry Talks – The Thrill & Jumpscare of Genre Films, bagian dari JFWNET–Industry Program, sebagai forum untuk jejaring dan pertukaran industri bagi para profesional film. Sesi menghadirkan Jack Lai (sutradara, Hong Kong) dan Martin Lee (programmer BIFAN, Korea Selatan), dimoderatori Devina Sofiyanti. Martin Lee menekankan bahwa genre adalah bahasa universal yang bisa menjadi hiburan sekaligus refleksi sosial. Jack Lai menceritakan secara naratif bagaimana tradisi aksi Hong Kong membentuk pendekatan naratifnya, menjadikan genre sebagai jembatan antar budaya dan generasi.

Program Made in HK di CGV FX Sudirman menampilkan Short Compilation yang menyoroti wajah baru sinema Hong Kong, penuh eksperimen, berani, dan emosional. Sutradara Siu Koom Ho Jason Delon berbagi tentang upayanya mengekspresikan identitas kota dan energi generasi muda secara autentik melalui film pendek. Film Herstory: Pavane for an Infant karya Chong Keat Aun menghadirkan refleksi mendalam tentang ingatan, kehilangan, dan perspektif perempuan Asia, membuka ruang diskusi yang kuat di tengah festival.

Talents Hub dan Kolaborasi Regional

Program baru Talents Hub, yang berlangsung di Mercure Hotel Central Jakarta, juga menjadi bagian dari JFWNET–Industry Program. Talents Hub menekankan capacity building, menghadirkan 22 peserta dari berbagai wilayah di Indonesia serta negara Asia lain seperti Singapura, Hong Kong, dan Filipina. Peserta memperoleh kesempatan untuk berbagi pengetahuan, memperdalam pemahaman industri, dan membangun jaringan lintas negara melalui workshop, diskusi, serta kunjungan industri ke rumah produksi seperti Super 8mm dan Vidio.

Hari ketiga ditutup dengan manis melalui agenda A Special Evening for John di Teater Sjumandjaja, Taman Ismail Marzuki, sebuah penghormatan untuk John Badalu, sahabat dan penggerak sinema Indonesia selama lebih dari dua dekade. Dalam suasana hangat dan penuh kenangan, Ika Wulandari, Mandy Marahimin, Monica Tedja, dan Meninaputri Wismurti berbagi cerita tentang perjalanan John dari layar ke layar, dari festival ke festival, hingga dedikasi yang menginspirasi banyak generasi.

“John selalu mengingatkan aku bahwa apa yang aku mulai sekarang, fokus diteruskan saja. Kebayang kalau aku tidak pernah ketemu John, mungkin filmku belum akan premier untuk saat ini.” ujar Ika Wulandari.

Sesi ini dimoderatori oleh Adrian Jonathan, menandai salah satu momen paling emosional di sepanjang festival.

Jakarta Film Week 2025 berlangsung pada 22–26 Oktober 2025 di berbagai titik: CGV Grand Indonesia, CGV FX Sudirman, Hotel Mercure Cikini, FFTV IKJ, dan Taman Ismail Marzuki. Melalui JFWNET – Industry Program, festival ini menghadirkan forum industri, masterclass, dan program edukasi yang mendorong kapasitas profesional pelaku film Indonesia lintas disiplin serta kolaborasi regional.

Baca juga:

Share This Article
Leave a Comment