Ketika Andri dan Untung Melestarikan Musik Lawas di Blok M

goodside
6 Min Read

Di tengah hiruk-pikuk kota Jakarta, tersembunyi sebuah dunia yang tidak banyak berubah sejak dua dekade lalu. Di basement Blok M Square, terdapat labirin sempit yang penuh dengan ratusan ribu kaset, CD, dan vinyl. Di sana, Andri (39) menjadi salah satu penjaga ingatan musik yang bertahan di tengah tantangan streaming digital.

Dari Operator Mesin ke Pedagang Kaset

Andri awalnya bekerja sebagai operator mesin di sebuah pabrik. Namun, hidup membawanya ke dunia yang ia cintai. Ia mulai ikut berdagang setelah mertuanya menjual barang di Taman Puring. Awalnya hanya sekadar bantu-bantu, tapi akhirnya ia memutuskan untuk fokus pada bisnis ini.

Pendapatan Andri pun berubah drastis. Kini dia bisa mendapatkan penghasilan lebih dari Rp 2 juta per minggu. Pandemi sempat membuatnya terpuruk, tetapi ia tidak menyerah. Ia memanfaatkan kemampuan berjualan online sejak dulu, melalui Facebook, Instagram, hingga marketplace.

Kolektor, Penggemar, dan Pembeli

Pembeli Andri datang dari berbagai kalangan dan motif. Ada kolektor serius, ada yang sekadar hobi, dan ada juga yang hanya ikut tren. Menurut Andri, pasar musik fisik hidup karena keberagaman pembeli. Salah satu tanda regenerasi adalah anak-anak muda yang mencari rilisan baru dari band indie seperti Hindia dan Barefood.

Lucunya, tren ini justru membawa mereka kembali ke lagu-lagu lama. Kini, yang paling dicari adalah Britpop, Oasis, Radiohead, Blur, dan Beatles. Bahkan anak SMP pun masih mencari album-album legendaris ini.

Ruang Hidup Musik Fisik di Blok M

Lorong di mana Andri berjualan bukan sekadar tempat dagang, tetapi ekosistem budaya. Rak-rak tinggi memadati ruang, dan setiap kios tampak seperti gudang kecil dengan tumpukan barang yang tak pernah habis. Pengunjung berjalan pelan, membuka sampul kaset dengan hati-hati, atau mengeluarkan ponsel untuk mengecek daftar lagu.

Percakapan kecil terdengar di setiap tikungan: tawar-menawar, diskusi genre, atau cerita nostalgia tentang lagu pertama yang mereka beli. Di pojok kios Andri, beberapa vinyl masih menunggu untuk dibersihkan. Ia selalu membersihkan vinyl baru sebelum menampilkannya. Jika ada band yang ia suka, ia akan memainkannya terlebih dahulu untuk memastikan kondisinya baik.

Rilisan Langka dan Kisah di Baliknya

Kisah-kisah unik sering muncul dari transaksi kaset dan vinyl. Ada keluarga yang menjual koleksi orang tuanya, ada pedagang antik yang menawarkan barang-barang langka dari gudang. Ada pula pembeli yang kembali mencari rilisan tertentu bertahun-tahun setelah membeli player pertamanya.

Keberadaan barang langka semacam itu membuat Blok M Square terasa seperti tambang musik tua yang masih menyimpan kejutan. Contohnya, vinyl rilisan awal White Shoes pernah dijual lebih dari 3 juta, padahal harga awalnya hanya sekitar 500 ribuan.

Dari Kolektor Menjadi Pelapak Musik Lawas

Berbeda dengan Andri, Untung (55), pemilik lapak Hysteria Musik, adalah seorang kolektor musik yang menjadikan hobi lamanya sebagai usaha berkelanjutan. Ia mulai serius menjalani bisnis ini setelah berhenti dari pekerjaan kantoran. Awalnya hanya koleksi pribadi, tetapi akhirnya ia memutuskan untuk menjual.

Bagi para langganan, sosok Untung bukan sekadar pedagang, melainkan “arsip hidup” yang memahami sejarah setiap rilisan yang ia jual. Koleksinya kini mencapai puluhan ribu item, dengan variasi yang jarang ditemukan di tempat lain.

Dari Nike Ardilla hingga Britpop

Dari Nike Ardilla sampai Britpop turut menjadi incaran. Menurut Untung, permintaan kaset pita datang dari berbagai segmen usia, termasuk anak muda, mahasiswa, hingga karyawan. Setiap kelompok memiliki genre yang mereka kejar, meski beberapa nama tetap menjadi primadona.

Sebetulnya, yang paling banyak dicari itu segmented ya. Jadi tergantung orangnya dia mau nyari apa. Macem-macem, semua sih sebenernya. Untuk rilisan Indonesia itu biasanya Chrisye, Fariz RM juga banyak dicari. Jadi memang selera orang beda-beda.

Rilisan Langka Bernilai Tinggi

Di balik tumpukan kaset yang tertata di rak kayu, beberapa album memiliki nilai historis sekaligus harga yang cukup tinggi. Album “Bintang Kehidupan” milik Nike Ardilla menjadi yang paling bernilai. Kaset tersebut bisa mencapai harga Rp300.000, jauh melampaui rilisan lain yang rata-rata berada pada kisaran Rp40.000 untuk band-band.

Bertahan Lewat Media Sosial

Selain pelanggan yang datang langsung ke Blok M Square, Hysteria Music aktif melalui Instagram dan TikTok. Untung kerap mengunggah video unboxing kaset, menampilkan rilisan langka, mengulas album, hingga membagikan momen dengan pembeli. Konten-konten itu berhasil menarik perhatian generasi muda yang tidak tumbuh bersama walkman atau CD player, namun justru tertarik pada nilai nostalgik dan estetika musik fisik.

Perjalanan dari Bogor ke Blok M

Menjaga toko bukan perkara mudah. Setiap hari, Untung harus menempuh perjalanan dari rumahnya di Bogor menggunakan kereta, kemudian dilanjutkan dengan busway menuju Blok M. Setiap pukul 12.00, ia membuka rolling door tokonya, dan menutupnya kembali sekitar pukul 18.00. Rutinitas itu ia jalani hampir setiap hari tanpa mengeluh, demi menjaga keberlangsungan wadah kecil bagi para pecinta rilisan fisik.

Baca juga:

Share This Article
Leave a Comment