Perjalanan dari tanggal 2 hingga 6 Desember 2025 lalu menjadi pengalaman yang sangat mengesankan dan menyenangkan. Perjalanan ini merupakan bagian dari aktivitas kolaborasi riset industri kelapa antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Serpong dan Gabungan Pengusaha Nata de Coco Indonesia (GAPNI). Dalam tim tersebut, saya diberi kepercayaan sebagai konsultan ahli untuk empat riset yang berfokus pada penguatan industri kelapa, khususnya di bidang bioselulosa seperti nata de coco. Seluruh riset ini sepenuhnya didanai oleh Organisasi Energi dan Manufaktur BRIN Serpong.
Perjalanan dimulai dari Serang dengan naik bus Primajasa menuju Jakarta. Di Stasiun Pasar Senen, kami bertemu rekan-rekan BRIN. Dari sana, kami melanjutkan perjalanan bersama dengan membelah rel menuju Yogyakarta. Malam itu, kami menginap di Joglo Mandapa, sebuah penginapan bernuansa vintage yang begitu tenang. Suasananya sangat sepi, bahkan hanya kami berdua yang menginap. Bangunan kayu tua, pencahayaan hangat, dan halaman sunyi menciptakan nuansa yang hampir terasa seperti pulang ke masa lampau. Tempat ini memberikan ruang istirahat sebelum dimulainya ritme riset yang akan melelahkan.
Keesokan paginya, kami langsung menuju pabrik minyak dan sabut kelapa Sentra Inovasi Kelapa di Bantul. Suasana produksi yang padat memberikan gambaran awal tentang kondisi riil rantai industri kelapa. Kami mendapatkan banyak catatan penting di lokasi ini, terutama terkait efisiensi bahan baku dan potensi integrasi teknologi pengolahan.
Setelah selesai di Bantul, kami bergerak ke Salatiga dan menginap di Front One Gosyen. Hotelnya modern, rapi, bersih, dan fungsional. Meski pengalaman menginapnya biasa saja, cukup untuk memulihkan tenaga menjelang agenda berikutnya. Keesokan harinya, kami meninjau dua fasilitas penting: pabrik arang briket Markido Anugerah Sejahtera dan pabrik gula kelapa Adarasa Putra Jaya. Kedua pabrik ini memperlihatkan variasi proses dan tantangan teknis yang relevan untuk arah riset BRIN. Temuan lapangan hari itu memperkaya analisis lintas sektor yang menjadi tanggung jawab tim riset setelah perjalanan kerja riset ini selesai.
Malam terakhir kami menginap di Arum Kayu Resort. Nuansanya sama seperti Joglo Mandapa, yaitu vintage, namun lebih asri. Lingkungannya luas dan dipenuhi pepohonan serta taman-taman yang tertata rapi. Udara malamnya adem teriring hujan gerimis yang mengundang. Suasana yang kontras dengan kepadatan aktivitas sebelumnya. Ketika pertama kali masuk ke kamarnya, otomatis teringat novel Bumi Manusia karya Mbah Pram yang pernah saya baca beberapa tahun yang lalu. Esok paginya, rekanku harus berangkat lebih dulu ke Stasiun Tawang di Semarang karena ada pekerjaan lain yang menunggu.
Saya memilih untuk tinggal lebih lama, sengaja memanfaatkan fasilitas resort yang jarang bisa dinikmati di tengah ritme aktivitas sehari-hari. Setelah sarapan, saya berjemur sejenak sambil ngopi dan membaca beberapa halaman buku Neksus untuk yang kedua kalinya, disusul dengan berenang sekitar satu jam. Airnya dingin, mata sempat terasa perih karena larutan senyawa klorin kolam renang, namun lama-lama terbiasa juga. Asyik dan menyegarkan badan. Momen ketenangan yang terasa pas sebelum kembali kepada realitas kehidupan sehari-hari.
Setelah check-out jam 12 siang, kami bergerak ke Semarang. Di Stasiun Tawang, saya masih punya waktu sekitar dua jam sebelum kereta berangkat. Waktu itu digunakan untuk makan siang sambil mengamati Polder Tawang dan patung Pak Soekarno yang berdiri tegak di tengahnya. Perjalanan pulang ke Jakarta berlangsung lancar. Karena kemalaman, saya menginap di Ghurfati Hotel Wedana Jakarta Barat. Sebelum kembali ke Serang Banten, saya sempatkan makan siomay di tepi jalan.
Literally, hidup dalam kemewahan hidup dalam kemasan alam, sekarang makan siomay di emperan kaki lima di antara sumpeknya bangunan-bangunan di tengah Jakarta. Saya tidak ingin bilang hidup sekampret itu, karena dari sisi kenikmatan kulinernya ya beneran sama-sama nikmat dan variasi lingkungannya membuat hidup justru terasa lebih hidup hehehe…
