Film karya dua sutradara, Rafki Hidayat dan Kevin Haradjo, Legenda Kelam Malin Kundang, menawarkan sudut pandang yang berbeda mengenai cerita legendaris Malin Kundang. Sejak kecil, kita tumbuh dengan pesan moral bahwa kita harus menghormati orang tua dan tidak menjadi seperti Malin Kundang. Namun, stereotip ini sering kali melekat begitu kuat hingga membentuk pemahaman tunggal tentang siapa yang “salah”.
Konflik Trauma Antar Generasi
Film Legenda Kelam Malin Kundang menyoroti hubungan antara orang tua dan anak dalam konteks yang lebih kompleks. Sebagai salah satu produser dan penulis naskah, Joko Anwar menegaskan bahwa setiap orang membawa luka dan beban dari generasinya masing-masing dalam film ini.
“Film ini ingin diceritakan dari sudut pandang yang segar. Ketika berbicara soal generasi, langkah terbaik adalah menyerahkan film ini pada pencerita muda dengan perspektif baru, yaitu Kevin Rahardjo dan Rafki Hidayat,” ujar Joko Anwar dalam konferensi pers di Jakarta pada Senin, 17 November 2025.

Pendiri Rumah Produksi Come and See Pictures, Tia Hasibuan (kiri) dan Joko Anwar pada konferensi pers dan screening film di Epicentrum XXI, Kuningan, Jakarta, 17 November 2025. Tempo/Magang/Kemal Raditya Pasha
Dalam banyak keluarga, ekspektasi antar-generasi sering menciptakan jarak. Ketika orang tua menuntut tanpa memahami, dan anak memiliki batasannya sendiri, konflik pun muncul. “Kita mungkin melihat orang tua sebagai sosok yang tidak sempurna, padahal mereka juga membawa luka dan tekanan dari generasi sebelumnya,” ujar Joko.
Ia juga menekankan bahwa film ini ingin mengajak penonton berhenti memberi label instan “durhaka”. “Tidak ada satu pun karakter yang sepenuhnya baik atau jahat. Semua orang punya alasan, luka, dan kompleksitas masing-masing,” ucapnya.
Karakter Dibangun dengan Emosi Serealistis Mungkin
Film ini berpusat pada Alif (Rio Dewanto), seorang pelukis mikro yang kehilangan sebagian ingatannya setelah kecelakaan. Tepat sebelum ia kembali bertemu ibunya (Vonny Anggraini) setelah 18 tahun berpisah, ia justru terjebak dalam misteri masa lalu dan trauma yang lama terkubur. Istrinya, Nadine (Faradina Mufti), menjadi sosok yang menuntunnya menghadapi kenyataan itu.

Sutradara dan penulis film Legenda Kelam Malin Kundang, Kevin Rahardjo (kiri), Rafki Hidayat dan Aline Djayasukmana pada konferensi pers dan screening film di Epicentrum XXI, Kuningan, Jakarta, 17 November 2025. Tempo/Magang/Kemal Raditya Pasha
Penulis skenario Aline Djayasukmana menegaskan, setiap karakter dibangun dengan latar belakang yang matang. “Anak bisa durhaka itu kenapa? Itu yang ingin kami eksplor, bukan hanya pada Alif, tapi juga ibunya dan istrinya,” ujar Aline.
Sutradara Rafki Hidayat menambahkan bahwa setiap karakter membawa rahasia dan sisi emosional tersendiri. “Apa yang dirasakan para karakter tidak dua dimensi. Kami mengambil inti ceritanya soal durhaka, lalu mengeksplor lebih jauh agar relevan dengan zaman sekarang,” ujarnya.
Film Legenda Kelam Malin Kundang akan tayang di bioskop Indonesia mulai Kamis, 27 November 2025.
