Merti Umbul, Nafas Mata Air yang Dijaga Warga Wonorejo

goodside
5 Min Read

Desa Wonorejo yang terletak di Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, bukan sekadar desa biasa. Wilayah ini dikenal dengan julukan Bumi 1000 Sendang karena memiliki puluhan mata air yang muncul di berbagai sudut tanahnya. Di antara pepohonan, balik batu-batu lama, atau di lembah kecil yang jauh dari keramaian, air jernih terus memancar tanpa henti, seolah menjadi denyut nadi yang menghidupi warga sejak generasi ke generasi.

Pada hari Ahad, 7 Desember 2025, di desa ini diselenggarakan tradisi yang bernama Merti Umbul, sebuah ritual merawat mata air sebagai bentuk syukur dan penghormatan kepada alam. Tradisi ini diinisiasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sragen melalui Bidang Pembinaan Kebudayaan, dengan tujuan untuk menghidupkan kembali nilai-nilai budaya Jawa yang mulai terpinggirkan.

“Merti Umbul bukan sekadar seremoni. Ia mengajarkan bahwa mata air adalah sumber kehidupan. Kita harus menjaganya agar tetap memberi manfaat bagi masyarakat,” ujar Kepala Bidang Pembinaan Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sragen, Johny Adhi Aryawan.

Tradisi ini menjadi ruang pertemuan antara nilai-nilai leluhur dan kesadaran lingkungan masa kini. Dalam pandangan orang Jawa, dua hal tersebut tidak pernah terpisah.

Prosesi Merti Umbul digelar di Sendang Butuh dan melibatkan warga Dusun Butuh, Karangtaruna RT 7A dan 7B, serta sejumlah sanggar seni seperti Sanggar Omah Mili, Sanggar Langen Kinanthi, dan The Job CK Sragen. Namun, partisipasi yang paling menarik datang dari tiga penari internasional, yaitu Sabrina dari Filipina, Edgar dari Ekuador, dan Tomomi dari Jepang. Mereka bergabung secara sukarela karena terpesona oleh tema pelestarian lingkungan.

Acara dibuka oleh Ayu Wardani dari Sanggar Omah Mili dengan tarian ruwat sendang yang lembut dan sakral. Setelah itu, para penari internasional tampil membawakan tarian bertema syukur atas hasil bumi dan penghormatan pada mata air, masing-masing dengan ciri khas budaya mereka.

Rangkaian acara dimulai tepat pukul 08.00 WIB dengan kirab gunungan warga Dusun Butuh sebagai pembuka. Iring-iringan tersebut disambut gamelan, aroma bunga, dan sorak anak-anak yang meramaikan suasana.

Setelah pertunjukan seni, warga bersama perwakilan pemerintah melakukan penanaman 500 bibit pohon di area sekitar sendang dan sepanjang jalan menuju lokasi. Jenis pohon yang ditanam beragam, ada pule, spreah, mahoni, gayam, kelor, hingga jati. Setiap bibit yang ditanam seolah menjadi doa agar mata air Wonorejo tetap mengalir untuk generasi mendatang.

“Bibit-bibit ini merupakan dukungan dari Dinas Lingkungan Hidup Sragen dan menjadi bagian dari kegiatan memperingati Hari Menanam Pohon Sedunia,” kata Johny.

Johny menyebut Dusun Butuh dikaruniai sendang yang sangat cantik. Lokasinya sangat tepat untuk menggelar ekspresi budaya desa dan layak mengundang tamu-tamu dari luar daerah bahkan manca negara.

“Tidak perlu bingung mencari tempat arena ekspresi budaya. Semua sudah ada di Sendang Butuh, sekaligus bisa pula menjadi laboratorium alam bagi anak-anak sekolah belajar biologi, ilmu pengetahuan alam, dan ekologi,” katanya.

Ia pun mengingatkan agar warga Dusun Butuh, Wonorejo merawat sendang tersebut demi ketersediaan air, dan suplai oksigen dari pepohonan rindang. “Semoga jika alam terawat wilayah ini dapat terhindar dari bencana alam sebagaimana saat ini sedang berlangsung di wilayah Indonesia lainnya,” tutur dia.

Kepala Desa Wonorejo Edi Subagio menyambut baik acara ini dan menyebutnya sebagai momentum untuk menghidupkan kembali tradisi upacara Merti Umbul yang telah lama terlupakan. Sekaligus memberi semangat dan dorongan bagi warga untuk kembali melaksanakan Merti Umbul di Sendang Butuh, Wonorejo.

Acara yang berlangsung hingga siang hari itu diikuti sekitar 400 warga. Di antara mereka tampak perwakilan Disporpar, Dinas Lingkungan Hidup, Muspika Kalijambe, serta Kepala Desa Wonorejo dan perangkatnya. Namun yang paling mencolok bukan pejabatnya, melainkan semangat warga yang menyatu dalam satu tujuan merawat alam bersama.

“Semoga apa yang kami lakukan hari ini menjadi inspirasi bagi dusun dan desa lainnya,” tutur Andjarwati Sri Sajekti selaku pamong budaya sekaligus ketua penyelenggara.

Di Bumi 1000 Sendang, tradisi dan lingkungan kembali bertemu. Merti Umbul bukan hanya ritual, melainkan cara Wonorejo mengingatkan diri sendiri bahwa merawat air berarti merawat kehidupan.

Share This Article
Leave a Comment