Puluhan Agen Perjalanan Datangi Jatiluwih, Ini Alasannya

goodside
5 Min Read

Aksi pemasangan seng oleh sejumlah pemilik warung dan petani di Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih, Kabupaten Tabanan, menimbulkan dampak langsung terhadap kunjungan wisatawan. Banyak dari mereka yang menunda atau bahkan membatalkan rencana berkunjung ke kawasan yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh UNESCO.

Manager DTW Jatiluwih, I Ketut Purna, mengakui bahwa sejak beberapa hari terakhir, belasan agen perjalanan telah membatalkan kunjungan ke Jatiluwih. Hal ini terjadi setelah munculnya polemik di media sosial terkait aksi protes yang dilakukan oleh para pemilik warung dan petani.

“Sejak konflik ramai di media sosial, belasan travel agent membatalkan kunjungan ke Jatiluwih,” ujar Purna. Ia menjelaskan bahwa faktor keselamatan wisatawan menjadi pertimbangan utama bagi agen-agen tersebut. Karena itu, pihak manajemen akan menyurati Badan Pengelola DTW untuk mencari solusi terkait masalah ini.

Menurut Purna, masalah pemasangan seng bukanlah kewenangan pihak manajemen operasional. Oleh karena itu, ia berharap Badan Pengelola DTW dapat memberikan perhatian lebih terhadap situasi yang sedang terjadi.

Bantuan kepada Petani di Subak Jatiluwih

Meskipun ada ketegangan antara pengelola DTW dengan para petani, Purna menyatakan bahwa DTW telah memberikan berbagai bentuk bantuan kepada petani. Bantuan tersebut meliputi bibit gratis dan pupuk urea sesuai kebutuhan para petani di Subak Jatiluwih.

Selain itu, DTW juga mengalokasikan dana sebesar Rp 30 juta per tempek untuk upacara Ngusaba Agung dan Rp 7 juta untuk Ngusaba Alit. Dalam waktu dekat, mulai Desember 2025, DTW akan menyiapkan bantuan olah lahan sebesar Rp 2,5 juta per hektare atau Rp 25 ribu per are untuk petani saat memulai musim tanam.

Purna juga menyebutkan bahwa sebelumnya, DTW telah memberikan bantuan operasional kepada subak sejak Mei 2025, yaitu Rp 2 juta per bulan untuk tempek Besi Kalung, sedangkan tempek di luar wilayah inti menerima Rp 750 ribu per bulan.

Aturan Terkait Bangunan di Persawahan

Terkait dengan adanya bangunan di tengah persawahan, Purna menjelaskan bahwa berdasarkan aturan sebelumnya, masyarakat diperbolehkan mendirikan bangunan berukuran 3×6 meter di area sawah untuk keperluan berteduh, menyimpan alat pertanian, atau untuk ternak para petani.

“Jika petani ingin memanfaatkannya untuk berjualan, masih diperbolehkan selama bentuk bangunannya menyerupai kandang sapi,” imbuhnya.

Penanganan oleh Pansus TRAP DPRD Bali

Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Bali menanggapi protes pemilik warung di Jatiluwih yang sempat disidak dan segel bangunannya oleh Pansus TRAP bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) Bali dan Tabanan beberapa waktu lalu.

Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha, mengatakan bahwa kawasan Jatiluwih yang diakui UNESCO sebagai WBD sejak 2012 kembali menguatkan reputasinya dengan predikat Desa Terbaik Dunia versi UN Tourism tahun 2024.

“Kini menjadi fokus utama pengawasan Panitia Khusus Tata Ruang dan Aset Pemerintah (Pansus TRAP) DPRD Bali. Pengawasan ini dilakukan menyikapi mulai menyempitnya lahan sawah akibat alih fungsi menjadi bangunan beton kondisi yang dinilai mengancam identitas budaya Bali serta citra Jatiluwih sebagai destinasi sawah terindah yang dicari wisatawan mancanegara,” jelas Supartha.

Visi Pengembangan Desa Berbasis Budaya

Pansus TRAP menyebut bahwa Jatiluwih memiliki potensi budaya dan alam yang luar biasa, sehingga harus dijaga dan dikembangkan dengan pendekatan yang menyeimbangkan pelestarian dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk memperkuat manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal, Pansus TRAP mendorong rencana pengembangan desa berbasis budaya. Dalam konsep yang telah disiapkan, rumah-rumah penduduk akan ditata dan diarahkan menjadi homestay berstandar internasional. Didesain pula restoran khas desa yang menampilkan kuliner lokal yang higenis bagi tamu yang berkunjung.

Warga akan dilibatkan penuh dalam pengelolaan wisata, sehingga pendapatan tidak lagi didominasi pihak luar atau kelompok pemodal tertentu.

Aktivitas Wisata di Sawah

Pemanfaatan ruang di wilayah ruang pertanian organik Jatiluwih oleh para petani dalam bentuk usaha kecil. Kemudian, di jalur persawahan yang memberikan udara segar kepada wisatawan dapat dibuatkan trek kunjungan, coaching clinic tentang pengelolaan sawah atau membajak sawah dengan sapi-panen massal dengan cara spingan sampai pengolahan kuliner yang khas dengan masakan Bali seperti lawar lindung, klipes goreng, pepes jubel, blauk, dan sebagainya di gubuk petani sebagai tempat peristirahatan petani setelah selesai melakukan kegiatan atau pekerjaan di sawah.

Gubuk itu dapat dikelola oleh petani untuk meningkatkan kesejahteraan petani dari kunjungan wisatawan. “Dengan model ini, ekonomi naik, budaya Bali tetap terjaga, dan desa wisata Jatiluwih tidak kehilangan identitasnya,” pungkasnya.

Share This Article
Leave a Comment