Sawah Menyempit, Restoran Beton di Subak Jatiluwih Ditutup

goodside
4 Min Read

Beberapa restoran yang berada di area subak Jatiluwih, Tabanan, Bali, ditutup sementara karena dinilai mengancam identitas budaya Bali serta citra Jatiluwih sebagai destinasi sawah terindah yang diminati wisatawan. Selain itu, belasan restoran tersebut ditemukan melanggar aturan pemanfaatan ruang dan tidak memiliki izin lengkap.

Ketua Panitia Khusus Tata Ruang Aset dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Bali, I Made Supartha, menjelaskan bahwa tindakan ini dilakukan sebagai bagian dari penataan kawasan. “Ini dilakukan menyikapi mulai menyempitnya lahan sawah akibat alih fungsi lahan menjadi bangunan beton, kondisi yang dinilai mengancam identitas budaya Bali serta citra Jatiluwih sebagai destinasi sawah terindah yang dicari wisatawan,” ujarnya di Denpasar, Sabtu, 6 Desember 2025.

Warisan Budaya UNESCO

Subak Jatiluwih memiliki status Warisan Budaya Dunia UNESCO sejak tahun 2012. Status ini tidak mudah diraih karena harus memenuhi sejumlah syarat. Namun, lambat laun pemanfaatan lahan sawah mulai disalahgunakan, sehingga Pansus TRAP DPRD Bali hadir untuk melakukan pemeriksaan. Dalam pemeriksaan bersama dengan Satpol PP Bali, ditemukan 13 pemilik bangunan restoran melanggar aturan pemanfaatan ruang dan tidak mengantongi izin lengkap.

Supartha menegaskan bahwa kehadiran pansus bukan untuk menghambat pembangunan, justru untuk memastikan penataan ruang berjalan benar, menjaga warisan budaya, dan membangun ekonomi rakyat tanpa merusak alam. “Aset yang membanggakan adalah keindahan sawah terasering tak ada lawan tanding di dunia, hingga UNESCO menetapkan sebagai WBD, ini yang harus dijaga, jika ini mampu dijaga, mampu memberikan kontribusi bagi warga tanpa harus merusaknya,” kata dia.

Para pemilik restoran akan dipanggil oleh Satpol PP Bali untuk dimintai kelengkapan izinnya dan langkah selanjutnya agar tidak berdampak pada kunjungan wisatawan akhir tahun.

Melestarikan Sawah

Pansus TRAP DPRD Bali juga sedang menyusun kajian solusi agar Bali tetap bisa melestarikan sawah, tetap jadi status warisan budaya, dan rakyat tetap sejahtera. Beberapa yang sudah diproyeksikan seperti menata rumah-rumah penduduk menjadi penginapan berstandar internasional, didesain pula restoran khas desa yang menampilkan kuliner lokal.

“Warga akan dilibatkan penuh dalam pengelolaan wisata, sehingga pendapatan tidak lagi didominasi pihak luar atau kelompok pemodal tertentu,” ujar Supartha.

Ia mengatakan bahwa secara regulasi ada area sawah yang dapat dibangun, tapi hanya berukuran 3×6 meter yang disebut badan sampi (kandang sapi). Bangunan tersebut bisa digunakan untuk usaha menjual kopi dan jajanan Bali, tapi tidak berupa beton seperti saat ini. “Konsep ini nanti mau dijelaskan, dibuat nantinya yang artistik dan nanti memang dimiliki oleh pemilik lahan, bukan investor luar, badan sampi ini mampu menjadi area komersil, kecil namun bisa menjadi sumber kesejahteraan petani, selain lahan pertaniannya,” kata dia.

Desa Wisata Terbaik PBB

Selain sistem subak yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Dunia, Desa Jatiluwih juga terpilih sebagai salah satu desa wisata terbaik Best Tourism Villages 2024 oleh United Nation (UN) Tourism, lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa.

Sistem subak berakar pada ajaran Tri Hita Karana yang dalam ajaran Hindu mencerminkan keseimbangan dan keharmonisan antara manusia, alam, dan spiritualitas. Sistem yang ada sejak abad ke-11 ini bukan hanya sistem irigasi tetapi juga filosofi hidup yang menekankan pada keharmonisan dan keberlanjutan.

Sistem subak ini menjadi daya tarik wisata bagi para turis lokal maupun mancanegara. Area persawahan yang dibuat bertingkat atau berundak-undak di daerah perbukitan menghadirkan keindahan yang berbeda. Selain berfoto dengan latar belakang sawah, wisatawan juga bisa terjun langsung untuk belajar bertani. Masyarakat setempat menawarkan pembelajaran terkait pertanian, subak, dan aktivitas lainnya sebagai paket wisata.

Share This Article
Leave a Comment